Pengamat tata ruang Yayat Supriatna mengatakan upaya Pemerintah Daerah DKI Jakarta melakukan penghijauan dan menciptakan kawasan hijau di Jakarta baru mencakup aspek citra dan belum menyentuh aspek fungsi esensial keberadaan tumbuhan bagi lingkungan hidup.
Hal itu dikatakan dalam acara penanaman pohon di jalur kereta api dalam kota oleh Dinas Pertamanan DKI Jakarta dan PT Kereta Api bersama Honda hari Rabu (15/4).
Pengajar teknik tata ruang kota Universitas Trisakti itu mengatakan kondisi lahan di Jakarta yang didominasi oleh beton membatasi salah satu fungsi dan manfaat inti dari tumbuhan yaitu sebagai penahan air.
“Akar tidak bekerja dengan maksimal untuk menahan air bila medium tanam tumbuhan dikelilingi beton, hal itu dengan sendirinya membatasi fungsi lain dari keberadaan lahan hijau seperti peredam polusi dan temperatur," kata Yayat.
“Upaya pemerintah baru terlihat dari aspek tajuk, atau cakupan daerah yang tercover hutan kota, kalau diamati dari atas ada kawasan hijau, atau tanaman berbunga di jalan protokol, itu hanya yang terlihat mata,” lanjut Yayat.
Ucapan Yayat mendapat konfirmasi Wakil Kepala Dinas Pertamanan DKI Jakarta Nandar Sukandar karena Nandar mengatakan dalam sambutan acara itu bahwa parameter yang digunakan pemerintah daerah dalam mengukur kesuksesan program taman kota adalah besar Leaf Area Index, yaitu perbandingan total luas penampang daun dengan kawasan di sekitarnya.
Pemerintah berdasarkan Undang-Undang no. 26 tahun 2007 mensyaratkan luas taman atau hutan kota sebesar 13,9 persen dari total wilayah provinsi DKI Jakarta, namun Yayat sekali lagi mengatakan target itu turun dari tahun ke tahun.
“Tahun 60 sampai 65 itu sekitar 25 sampai 27 persen, tahun 85 sampai 2000 turun lagi jadi 17 persen,” kata Yayat.
Nandar mengatakan salah satu kesulitan penambahan luas taman kota adalah pembebasan lahan yang dihuni pemukim liar, padahal menurut Yayat banyak pompa bensin di lahan yang termasuk jalur hijau namun tidak digusur.
Yayat mengatakan ruang terbuka hijau di perkotaan bisa dimaksimalkan lewat partisipasi penduduk karena ada tiga kategori hutan kota, pribadi, semi-pribadi, dan publik. “Yang publik itu terbuka bagi umum dan wajib dikelola pemerintah, yang semi-private seperti lapangan sepakbola milik pemerintah di Lebak Bulus juga wajib dikelola pemerintah karena masyarakat bayar, yang sulit adalah yang private, seperti rumah dengan pekarangan yang luas atau kebun karena itu hak pemiliknya. Maka itu harus ada insentif dari pemerintah bagi hutan private agar pemiliknya terus memeliharanya,” jelas Yayat. (15 April 2009)
Sumber :
http://www.tempointeraktif.com/hg/tata_kota/2009/04/15/brk,20090415-170591,id.html
16 Agustus 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar